BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Arti etika telah banyak dikemukakan beberapa ahli berikut. Pertama, etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keseluruhan budi (baik dan buruk); Kedua, etika adalah filsafat tentang nilai, kesusilaan, tentang baik dan buruk, juga merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri; Ketiga, etika ialah studi tentang tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah-laku manusia; Keempat, etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran; Kelima, menurut Van Hoose & Kottler, 1985 dalam Gladding (2012:66) mendefinisikan etika (ethics) sebagai ilmu filsafat mengenai tingkah laku manusia dan pengambilan keputusan moral.
Kata profesi diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu8. Kata profesi dalam bahasa Inggris yaitu ”profession” yang memiliki beberapa arti yaitu: 1) pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pendidikan pada perguruan tinggi (misal sarjana hukum, dokter, arsitek, konselor dan sebagainya); 2) pernyataan; pengakuan9; Pendapat lain dikemukakan George dalam Daryl Koehn, profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan keahlian.10 Sedangkan kata profesional merupakan kata sifat dari profesi yang artinya 1) ahli; 2) berkenaan dengan bayaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa profesi adalah bidang pekerjaan yang memerlukan keahlian tertentu yang diperoleh melalui pendidikan tertentu dan mendapat pengakuan serta pembayaran dari pekerjaan tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Apakah Pengertian Profesi dan Etika Profesi?
2. Apakah Ciri-ciri dan persyaratan pekerjaan profesional?
3. Bagaimana Profesional dan perilaku terhadap pemakaian jasa atau pelayanan?
4. Bagaimana Profesi sebagai Pranata sosial?
5. Apakah Perlunya etika dan kode etik profes?
6. Apakah Ruang lingkup etika profesi bimbingan dan konselin?
7. Bagaimana Tujuan dan fungsi kode etik?
8. Bagaiamana Kode etik profesi konselor?
9. Bagaimana Peranan etika dalam profesi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesi d: Etika Profesi Kata “etika” dalam bahasa inggris “athics” artinya ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak, hal tingkah laku dan kesusilaan. Dalam bahasa Yunani kuno “ethos” berarti timbul dari kebiasaan adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Namun dalam bahasa indonesia etik dan etika diartikan berbeda. Kata “atik” mempunyai dua arti yaitu 1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau mesyarakat. Sementara etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Pada dasarnya, etika profesi adalah keseluruhan tuntutan moral yang terkena pada pelaksanaan suatu profesi. Etika profesi memperhatikan masalah ideal dan praktek-praktek yang berkembang karena adanya tanggung jawab serta hak-hak istimewa yang melekat pada profesi tersebut, yang merupakan ekspresi dari usaha untuk menjelaskan keadaan yang belum jelas dan masih samar-samar dan merupakan penerapan nilai-nilai moral yang umum dalam bidang khusus, yang lebih dikonkretkan lagi dalam kode etik (Tedjosaputro, 1995: 10). Dalam sistematika etika, etika profesi meliputi bidang-bidang profesi biomedis, bisnis, hukum, ilmu pengetahuan, dan profesi-profesi lain.
Secara etimologis, istilah “profesi” (bahasa inggris: prifession) bersumber dari bahasa latin, professio, yang secara harfiah berarti “sumpah keagamaan”. Kini, pengertian profesi tersebut tidak hanya mengandung makna keagamaan lagi, tetapi keilmuan (Effendy 1986). Pendapat lain mengartikan kata professio sebagai “pengakuan” atau “pernyataan di depan umum”, atau semacam kesaksian di depan umum.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 789) kata “profesi” hanya disebutkan sebagai “bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Padahal, kata profesi, professio, profession, atau profesional tidak menunjukkan pekerjaan, keahlian sertamata pencaharian dan yang serupa semata-mata. Kata tersebut sebenarnya berarti lebih luas daripada hanya pekerjaan, mata pencaharian, dan keahlian tertentu (Lanur dalam Basis, 12, Desember 1985: 442).
Kalaupun rumusan KBBI yang mengartikan profesi sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi oleh pendidikan keahlian tertentu itu kita terima, pendidikan keahlian yang dimaksud setidaknya meliputi lima macam segi (Sudarminta, 1993), yakni:
Penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek profesi
Penguasaan metode atau teknik intelektual yang merupakan semacam jembatan antara teori dan penerapannya dalam praktek
Pemilikan kemampuan untuk menerapkan dalam praktek teknik intelektual tersebut pada urusan praktis
Pemilikan kemampuan untuk menyelesaikan program latihan dan memperoleh ijazah, sertifikat atau tanda lulus untuknya
Pemilikan pengalaman yang mencukupi di lapangan.
Dengan memahami berbagai macam segi di atas, secara terminologis, “profesi” dapat diartikan sebagai “suatu jabatan atau kedudukan, khususnya yang mensyaratkan pendidikan yang ekstensif dalam suatu cabang ilmu” (Effendy, 1986); atau, pekerjaan yang didasarkan pada keahlian suatu disiplin ilmu, yang dapat diaplikasikan, baik pada manusia maupun benda dan seni” (Hamzah, 1992: 18); atau “suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa” (Komaruddin, dalam Tedjosaputro, 1995: 32).
Tidak semua pekerjaan dapat dikatakan profesi. Beberapa contoh pekerjaan seperti dukun beranak, calo, pengemis dan sebagainya. Dukun beranak yaitu orang yang pekerjaannya menolong perempuan melahirkan namun tidak pernah mengikuti pendidikan untuk memperoleh keahlian dan keterampilan tersebut; calo yaitu orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah. Dukun beranak dan calo tidak dapat dikatakan sebagai profesi karena kedua pekerjaan tersebut tidak ada pendidikan khusus meskipun pekerjaan tersebut sama-sama mendapat bayaran atau upah dan keberadaannya diterima oleh sebagian masyarakkat.
B. Ciri-ciri dan persyaratan pekerjaan profesional
Terence J. Johnson dalam bukunya profesi dan kekuasaan, mengemukakan enam kriteria, yakni:
Ketrampilan yang didasarkan pada pengetahuan teoritis
Penyediaan pelatihan dan pendidikan
Pengujian kemampuan anggota
Organisasi
Kepatuhan kepada suatu aturan main profesional
Jasa-pelayanan yang sifatnya altruistik
B. Barber dalam The Professions mengemukakan empat kriteria, yakni:
Pengetahuan umum yang tinggi
Lebih berorientasis pada kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan diri sendiri
Adanya pengawasan ketat atas perilaku pribadi melalui kode etik yang dihayati dalam proses sosialisasi pekerjaan, serta melalui asosiasi-asosiasi sukarela yang diorganisasikan dan dijalankan oleh para pekerja spesialis itu sendiri
Sistem balas jasa (berupa uang dan kehormatan) yang merupakan lambang prestasi kerja sehingga menjadi tujuann, bukan alat untuk mencapai tujuan kepentingan pribadi.
Profesional dan perilaku terhadap pemakaian jasa atau pelayanan
Dalam memberikan jasa atau praktek psikologi kepada pemakai jasa atau klien baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi sesuai dengan keahlian dan wewenangnya, ilmuwan psikologi dan psikologi berkewajiban untuk:
Mengutamakan dasar-dasar profesional
Sikap profesional
Ilmuwan psikologi dan psikologi senantiasa mengandalkan pada pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah dan profesional sebagai dasar penilaian ilmiah dan profesional dalam penerapan ilmunya atau kegiatan pendidikan dan kegiatan profesional lainnya. Sikap mendasar penilaian ilmiah dan profesinal ini menunjukkan pertanggungjawaban dalam melaksanakan profesinya. Sikap profesional juga ditandai dari perilaku mempertahankan dan meningkatkan keahlia. Ilmuwan dan psikologi yang terlibat dalam asesmen, terapi, pengajaran, penelitian, konsultasi organisasi atau kegiatan profesional lainnya harus mempertahankan dan meningkatkan derajat keilmuannya. Upaya mempertahankan dan meningkatkan tersebut dilakukan sewajarnya, dengan tujuan agar senantiasa terpapar atas informasi ilmiah dan profesional paling mutakhir di dalam bidang kegiatan mereka. Upaya tersebut mencerminkan sikap kesediaan mempertahankan keahlian mereka secara bertanggung jawab dalam terapan di bidang yang mereka tekuni.
Perlakuan terhadap pemakai jasa atau klien
Dalam kegiatannya ilmuwan Psikologi dan psikolog menghargai hak orang lain dalam memegang nilai, sikap dan pendapat mereka yang berbeda dari yang dimiliki oleh ilmuan psikologi dan psikolog yang bersangkutan. Ilmuwan Psikologi dan psikolog menyadari bahwa masalah dan konflik pribadi mereka bisa mempengaruhi efektivitas kerja mereka. Dalam hal ini ilmuwan Psikologi dan psikolog mampu menahan diri dari tindakan mereka yang dapat merugikan pasien, klien, kolega, mahasiswa, atau pihak lain sebagai akibat pengaruh masalah dan konflik pribadi tersebut. Ilmuan psikologi dan psikolog berkewajiban untuk waspada terhadap tanda-tanda adanya masalah dan konflik pribadi tersebut dan mencari bantuan pada tahap yang sangat awal sebagai upaya menghindari gangguan yang signifikan terhadap proses kerja mereka. Dalam hal ilmuwan Psikologi dan psikolog menyadari bahwa masalah konflik pribadi mereka dapat mempengaruhi tugas dan kerjanya, maka mereka melakukan usaha yang sesuai, seperti mencari bantuan atau konsultasi profesional dan menetapkan apakah mereka sebaiknya membatasi, menunda atau menghentikan tugas-tugas yang berhubungan dengan profesi mereka tersebut.
Memberikan jasa atau praktek kepada semua pihak yang membutuhkan
Dalam kegiatan pekerjaannya, ilmuwan Psikologi dan psikolog tidak terlibat dalam perilaku diskriminasi yang menimbulkan rasa ketidakadilan, yang didasarkan pada usia, gender, ras, suku, bangsa, agama, orientasi seksual, kecacatan, status sosial, ekonomi atau dasar-dasar lain yang dilarang oleh hukum. Ilmuan psikologi dan psikolog mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut. Sikap ini ditandai dengan penjelasan mengenai prosedur, manfaat dan bentuk atau besarnya imbalan jasa yang diterima dari pemberian jasa atau praktek psikologi oleh ilmuan psikologi dan psikolog.
Melindungi klien atau pemakai jasa dari akibat yang merugikan sebagai dampak jasa atau praktik yang diterimanya
Ada kemungkinan dalam pemberian jasa atau praktik yang dialami adanya perbedaan usia, gender, jenis kelamin, ras, etnis, kebangsaan, agama, orientasi seksual, kecacatan, bahasa atau status sosial ekonomi yang secara signifikan mempengaruhi pekerjaan ilmuwan Psikologi dan psikolog mengenai individu atau kelompok tertentu. Dalam hal ini ilmuwan Psikologi dan psikoloi berupaya untuk mendapatkan pelatihan, tambahan pengalaman, konsultasi atau penyelesaian yang diperlukan. Tujuannya adalah untuk memastikan Kemampuan mereka dalam memberikan jasa tersebut, atau memberikan
Mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut
Ilmuwan psikologi dan psikolog mengutamakan ketidakberpihakan dalam kepentingan pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan tersebut. Sikap ini ditandai dengan kejelasan mengenai prosedur, manfaat dan bentuk atau besarnya imbalan jasa yang diterima dari pemberian jasa atau praktek psikologi oleh ilmuwan Psikologi dan psikolog.
Profesi sebagai Pranata sosial
Suatu profesi, pada dasarnya adalah kegiatan dalam pranata sosial. Dalam interaksi sosial, pelakunya diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu. Karenanya, tujuan profesional pelakunya adalah memenuhi harapan lingkungan sosial yang di dalamnya ia berada (Siregar, 1982: 56).
Perlunya etika dan kode etik profesi
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa etika perlu.
Tidak ada kesatuan tatanan normatif sehingga kita behadapan dengan banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan. Untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandangan-pandanfan moral tersebut, etika diperlukan.
Etika diperlukan untuk membantu kita agar tidak kehilangan orientasi dalam situasi transformasi ekonomi, sosial, intelektual dan budaya tradisional ke modern dan dapat dipertanggungjawabkan.
Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi baru secara kritis dan objektif serta untuk membentuk penilaian sendiri agar kita tidak mudah menerima atau menolak nilai-nilai baru
Etika diperlukan oleh kaum agama untuk menyelaraskan kepercayaan yang dianut dengan keinginan turut berpartisipasi dalam dimensi kehidupan masyrakat.
Ruang lingkup etika profesi bimbingan dan konseling
Mengacu pada kode etik bimbingan dan konseling Indonesia tahun 2010, maka ruang lingkup etika profesi bimbingan dan konseling Indonesia membahas 5 bab berikut:
Dasar kode etik profesi BK
Kualifikasi dan kegiatan profesional konselor
Hubungan kelembagaan
Praktik mandiri dan laporan kepada pihak lain
Ketaatan kepada profesi
Tujuan dan fungsi kode etik
Tujuan etik profesi
Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Untuk menjaga dan memlihara kesejahteraan para anggota
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu oraganisasi profesi
Untuk meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi
Mempunyai organisasi profesionali yang kuat dan terjalin erat
Menetukan baku standarnya sendiri
Fungsi
Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan
Sebagai saran kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan
Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang.
Kode etik profesi konselor
Subyek kode etik profesi
Setiap individu yang mempunyai ijazah di bidang bimbingan dan konseling, serta menjalankan tugas/jabatan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling baik dalam seting pendidikan maupun seting masyarakat wajib mematuhi kode etik profesi bimbingan dan konseling.
Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh asosiasi bimbingan dan konseling Indonesia.
Dasar kode etik profesi konselor
Dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling Indonesia yaitu panca sila dan tuntutan profesi. Panca sila dijadikan dasar kode etik mengingat bahwa profesi imbingan dan konseling merupkan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab. Sedangkan tuntutan profesi dijadikan dasar kode etik karena layanan profesi bimbingan dan konseling mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan konseli sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Keterbatasan kode etik
Ada sejumlah batasan spesifik dalam kode etik. Di bawah ini beberapa keterbatasan yang paling sering disebutkan:
Beberapa masalah tidak dapat diputuskan dengan kode etik
Pelaksanaan kode etik merupakan hal yang sulit
Standar-standar yang diuraikan dalam kode etik ada kemungkinan saling bertentangan
Bebrapa isu legal dan etis tidak tercakup dalam kode etik
Kode etik adalah dokumen sejarah, sehingga praktik yang diterima pada suatu kurun waktu mungkin saja dianggap tidak lagi etis di kemudian hari
Terkadang muncul konflik antara peraturan etik dan peraturan legal
Kode etik tidak membahas masalah lintas budaya
Tidak semua kemungkinan situasi dibahas dalam kode etik
Sering kali sulit menampung keinginan semua pihak yang terlibat dalam perbincangan etik secara sistematis
Kode etik bukan dokumen proaktif untuk membantu konselor dalam memutuskan apa yang harus dilakukan dalam suatu situasi baru.
Peranan etika dalam profesi
Nilai-nilai etika itu milik setiap kelompok masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluara sampai pada satu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.
Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tat nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis (kode etiki profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para anggotanya.
Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Apakah etika, dan apakah etika profesi itu ? Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan
berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu
hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian (Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
DAFTAR PUSTAKA
Humainah. Etika profesi bimbingan konseling. (Bandung: RIZQI PRESS, 2016)
Isnanto, rizal. Buku ajar etika profesi. (Semarang: Universitas Diponegoro, 2009)
Purwakania Hasan, Aliah B. Kode etik psokologi dan ilmuan psikologi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009)
Sobur, Alex. Etika Pers: profesionalisme dengan nurani. (Bandung: Humaniora Utama Perss, 2001)
Comments
Post a Comment